Sep 27, 2007

"Ketuhanan Yang Maha Esa" yang Selalu Tergugat

KETUHANAN YANG MAHA ESA. Butir sila pertama Pancasila ini menjadi bukti bahwa bangsa Indonesia mengakui agama sebagai hal yang sangat utama dalam kehidupan berbangsa. Agama telah dijadikan falsafah bernegara yang tertanam sebagai ideologi. Selanjutnya dalam batang tubuh UUD 1945 agama ditafsirkan lebih lengkap dalam Pasal 29 ayat (2) "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu". Begitulah republik ini memuliakan keberadaan agama.
Tentunya perjuangan untuk mendapatkan status istimewa itu bukan hal mudah. Soekarno sebagai perumus Pancasila menginginkan keberadaan agama sejajar dengan kebudayaan dalam posisi terakhir dari lima sila yang ada. Bahkan secara lebih ekstrim konsep ketuhanan relatif Soekarno dapat diperas menjadi konsep gotong-royong. Peluang yang sangat menguntungkan ini dimanfaatkan PKI dengan menelurkan konsep kemerdekaan beragama dan kepercayaan. Tidak heran pada perkembangan selanjutnya terjalin hubungan yang harmonis antara Soekarno-PKI.
Bagi kalangan Islam, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah hasil kompromi sementara antara golongan Islam, Nasionalisme dan Kristen-Katolik. Penghapusan "...dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dilakukan untuk menolong bangsa Indonesia dalam menghadapi saat kritis dan menentukan dalam perjalanan sejarah. Saat-saat dimana NICA datang untuk mengambil kekuasaan kembali dari tangan Jepang. Ketika saat kritis itu berangsur-angsur normal, kalangan Islam menggugat kembali akan hak Piagam Jakarta, walaupun secara minimal. Perjuangan itu dapat kita lihat dalam sidang lembaga konstituante hasil Pemilu 1955.



No comments: