Sep 10, 2007

LOGIKA HIDUP

HIDUP memiliki beragam makna. Hidup di lingkungan kumuh, orang pasti bisa menduga hidupnya akan berakhir dalam kesengsaraan dan kesialan. Logika penjelasan kenapa orang bisa menduga, jelas penglihatan keumuman. Penglihatan real, yang bermuara pada pada penglihatan negara dan kita (jelas) buta, tuli dan mati hati. Kita seakan bergembira melihat jumlah mereka yang terus bertambah hanya karena hidup kita berada sedikit di atas garis rata-rata kesengsaraan mereka.

Dari bangun tidur sampai tidur kembalinya orang miskin kota, yang peduli kepada mereka adalah rasa lapar dan haus, sengatan matahari dan hembusan angin, polusi udara dan debu jalanan, dan petugas trantib yang sengaja dibentuk untuk peduli “mengejar” kaum miskin kota. Tentunya tidak beda dengan kaum miskin desa, malah mereka bisa merasakan kedua kemiskinan ketika urbanisasi.

Terlihat bahwa kemiskinan sebenarnya hasil karya kita sebagai manusia yang “sengaja” menciptakan dan mempertahankannya. Apalagi negara mem-back up semua kemudahan kearah tersebut. Data kemiskinan yang dibuat negara ternyata membenarkan itu semua. Data tersebut misalnya, dipergunakan negara untuk mendapat utang dan keringanan cicilan utang ketika dipublikasikan di forum dunia kaya (kaum neoliberal). Utang didapat rakyat tetap melarat dan dihisap dengan kenaikan beragam pajak. Bahkan negara berkampanye melalui beragam media menyindir hak asasi anak muda yang mau berumah tangga dengan NPWP (mau “Naikin Perempuan” Wajib diPajakin).

Kemiskinan adalah logika hidup. Logika pertahanan kaum kaya yang terus menjaga batas-batas sekaligus invasi kekayaannya.

No comments: